ilmubindo.com_ Kisah ini dimulai ketika Zainudin pergi ke desa Batipuh di Padang. Sejak berumur 9 bulan, Zainudin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.
Suatu ketika, hujan turun dengan lebatnya. Zainudin berteduh di sebuah rumah. Zainudin pun mengungkapkan perasaannya kepada Hayati.
Zainudin : Hayati mari kita berteduh
Hayati : Ya Kanda, hujan semakin lebat saja yah.
Zainudin : Hayati .... Setelah kedekatan kita beberapa hari ini, saya menaruh hati kepada Engkau. Kecantikan dan kebaikanmu telah membuat hatiku terpukau dan terpesona.
Hayati : (Menatap Zainudin) Jangan terlalu membanggakan kelebihan Adinda Kanda.
Zainudin : Hayati, sebenarnya ada hal yang ingin kusampaikan
Hayati : Apa itu kanda Zainudin?
Zainudin : Saya jatuh cinta kepadamu, kepada kelembutan dan keteduhan jiwamu. Maukah Engkau menjadi kekasih hatiku?
Hayati : Saya sebenarnya juga mencintaimu Kanda. Bagai mencintai diri saya sendiri. Saya bersedia dan bahagia bisa mengenalmu Kanda Zainudin.
www.ilmubindo.com
Tiba-tiba tiga penduduk desa datang
Yuni : Lihat mereka, dua anak manusia yang sedang jatuh cinta itu. Itu ... kan Zainudin dan Hayati?
Trian : Benar. Mereka sangat serasi! Tetapi, (Berpikir) bukankah kita tidak boleh berkekasih orang yang berlainan suku dengan kita?
Yuni : Tapi mereka tampaknya saling mencintai. Apa pantas kita memutuskan kedekatan mereka? Tak tega rasanya.
Taufik : Aku ingin seperti mereka
Trian : Haaa??? Seperti mereka? Siapa jodoh kau Taufik?
Taufik : Jangan menganggap remeh! Kau tak tahu saja. Barang kali aku lebih jago dalam hal ini.
Yuni : Kau ini ada-ada saja (Tertawa menyindir). Siapa yang mau mendengar Engkau? Si Laras, yang anak tuan Kadi itu?
Taufik : (Tertawa malu)
Tiba-tiba datang seorang gadis desa suruhan Datuk.
Siti : Tuan Zainudin, Datu ingin bertemu denganmu
Zainudin : Benarkah?
Siti : Ya, Ia menyuruh Tuan untuk menunggunya di sini.
Zainudin : Baiklah aku akan menunggu Beliau di sini.
Hayati : Apa yang akan dikatakan Datuk? Perasaanku tak enak. Firasatku berkata bahwa kita akan berpisah Kanda.
Siti : Hayati, mari kau pulang denganku
Hayati : Tidak Siti, aku ingin mendengar apa yang akan dikatakan Datuk.
Zainudin : Tenanglah Hayati. Semua akan baik-baik saja. Pulanglah Hayati. (Melihat ke arah Hayati) hati-hati dalam perjalananmu. Siti tolonglah antarkan dia sampai ke rumah.
Siti : Baik Tuan.
Mereka pun bertatapan dan berpisah. Siti dan Hayati pun pergi.
Datuk : Zainudin, telah banyak nian pembicaraan orang yang kurang enak kudengar terhadap dirimu dan diri kemanakanku. Sekarang ku temui engkau untuk memberikan nasihat, sebelum perbuatan kalian berkelanjutan, lebih baik kamu tinggalkan Batipuh ini. Sebelum engkau merusak nama baik kami dalam suku di negeri ini.
Zainudin : Mengapa Engkau berbicara demikian, sampai membawa nama adat dan turunan.
Datuk : Satu hal yang perlu kamu ketahui dan camkan baik-baik. Hayati harus menikah dengan orang bersuku berkaum kerabat. Pergilah, pulang dan bergegaslah. Dia akan kujodohkan dengan Azis pemuda terpandang dari desa seberang.
Zainudin : Bukankah Ayah saya juga adalah orang yang terpandang?
Datuk : Ya benar, tapi ... Ibumu orang Mengkasar. Di negeri ini beradat ini kemanakan kami hanya boleh menikah dengan bangsa berkaum dan beradat! Setelah kami bicarakan, dia lebih baik menikah dengan Azis, orang berkaum adat Padang. (Melihat Zainudin)
Zainudin : Tapi kami saling mencintai.
Datuk : Pergilah Zainudin dari negeri ini, demi keselamatan Hayati. Jika Engkau memang benar cinta kepada Hayati, pergilah. Biarkan Hayati bahagia. Pikirkan itu anak muda.
Datuk pun pergi. Dan tak berapa lama Muluk pun datang.
Muluk : (Cemas) Apa yang terjadi dengan guru? katakan Guru, siapa yang telah melukai hati Guru?
Zainudin : Cintaku tak dapat bersatu dengan cinta Hayati. Dia telah dijodohkan dengan laki-laki berkaum adat dan terpandang. Ah nasib. (Memegang kepala).
Muluk : Oh Tuan Azis. Saya kenal siapa dia. Dia tidak lebih baik dari guru. Dia hanya memiliki kekayaan dari ayahnya. Dia sering berganti-ganti pasangan.
Zainudin : Benarkah itu Muluk?
Muluk : Ya guru. Tapi tenanglah, Hayati akan kembali padamu ... Jika Azis telah mati.
Zainudin : Muluk, jangan kau bergurau. Aku lagi tak berdaya. Hatiku sedang hancur. Hancur berkeping-keping.
Muluk : Ya Guru. Lepaskanlah dia. (Menemukan ide) Bukankah Guru punya bakat mengarang yang cukup bagus. Lebih baik kita pergi ke Surabaya untuk menyalurkan bakat Guru sekaligus meninggalkan segala kenangan di kota ini.
Zainudin : Aku tak yakin tentang apa yang akan terjadi padaku kedepannya tanpa ada Hayati di dekatku.
Muluk : Guru, percayalah. Takkan ada yang sia-sia apabila kita telah melakukan semaksimal mungkin.
Zainudin : (Berpikir sejenak) Baiklah, Esok kita akan pergi meninggalkan kota ini. Kau akan menemaniku bukan?
Muluk : Tentu Guru. (Menepuk punggung Zainudin)
Mereka pun pergi ke Surabaya.
Di Surabaya, Zainudin pun terkenal sebagai pengarang hebat dengan nama samaran "Z", Ia mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainudin pun melanjutkan usahanya mendirikan penerbitan buku-buku.
Ketika itu, Zainudin mengelar pertunjukkan drama. Azis dan Hayati pun di undang. Dan pertemuan pun terjadi.
Zainudin : Oh ... Tuan Azis! Dan ... Hayati. (Sambil membungkuk sembari memberi hormat)
Azis : Tuan Zainudin?
Zainudin : Ya benar. Ternyata kita berjumpa di sini.
Azis : Ternyata orang yang mensutradarai drama ini adalah Tuan Azis, yang berarti sahabat kami kan? (Melihat ke arah Hayati)
Zainudin : Benar sekali Tuan. Sudah lama tinggal di kota Surabaya ini?
Azis : Kami baru tiga bulan, karena pekerjaan. Saya ditugaskan pindah ke Surabaya.
Zainudin : Ajaib, sekian lama di Surabaya baru sekali ini bertemu. (Tersenyum). Besok, boleh Tuan ke rumah saya.
Azis : (Azis menerima telepon) Baik Tuan, besok ada juga yang hendak saya katakan kepada Tuan.
Zainudin : Sepertinya, Tuan menerima kabar yang buruk. Lebih baik Tuan ceritakan sekarang. Barang kali saya dapat membantu.
Azis : (Berpikir sejenak, sambil melihat ke Hayati) Lebih baik Adinda nikmati pertunjukkan Tonil, karya Tuan Zainudin. Ada yang perlu Kanda ceritakan kepada Zainudin.
Hayati : Baiklah Kanda (Hayati keluar)
Azis : Saudara, Saya bermaksud menitipkan Hayati kepada Tuan. (Melihat ke arah Hayati)
Zainudin : Mengapa Tuan bicara demikian? Apa kabar yang Tuan terima?
Azis : Begini Tuan, mungkin pada saat inilah Tuhan membalas segalanya. Saya telah melarat sekarang. Saya telah dipecat dari pekerjaan saya. Saya khawatir akan nasib Hayati.
Zainudin : Kalau begitu, untuk sementara waktu, tinggalah sementara di rumah saya sampai Tuan mendapat pekerjaan.
Azis : Tidak Tuan. Budi baik saudara sudah terlalu besar kepada saya. Dan tak ada balasan kebaikan itu dari saya.
Zainudin : Itu bukan jasa, itu hanya kewajiban seorang sahabat kepada sahabatnya.
Azis : (Tersenyum) Terlalu baik saudara ini. Esok saya akan pergi ke luar kota untuk mencari pekerjaan. Saya tetap akan menitipkan Hayati di sini.
Zainudin : (Berpikir sejenak) baiklah, saya tidak keberatan istri saudara tinggal di sini. Tetapi, pikirkanlah kembali keputusan Saudara. (memegang pundak Azis)
Azis : Keputusan saya telah bulat Tuan Zainudin.
Zainudin : Baiklah kalau demikian, kalau pekerjaan sudah Tuan dapatkan, boleh Hayati Tuan jemput atau saya juga bersedia mengantarkannya (Rangkulan)
Azis : Saya percayakan Hayati sepenuhnya kepada Engkau Tuan.
Zainudin : Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Lebih baik untuk malam ini Tuan Azis dan Hayati ikut saya pulang dan beristirahat di rumah saya. Besok baru Tuan pergi ke luar kota. Tuan kelihatan sangat lelah.
Azis : Baiklah Tuan, saya pun kasihan melihat Hayati. Dia pasti terpukul mendengar berita ini. (Memanggil Hayati) Hayati ... Mari kita pulang bersama Tuan Zainudin.
Hayati : Di rumah Tuan Zainudin? Mengapa? Apa yang terjadi Kanda?
Azis : Tidak apa-apa Hayati. Tuan Zainudin menawarkan pertolongan, tak baik jika kita menolaknya.
Hayati : Baiklah Kanda.
Mereka pun pergi bersama-sama.
Setelah kepergian azis, keesokan harinya terdengar kabar bahwa Azis meninggal dunia, dan datang sebuah surat berisi pesan dari Azis bahwa untuk meminang Hayati sebagai istri Zainudin.
Zainudin : Duduklah, sudahkah engkau membaca surat dari suamimu?
Hayati : Sudah, apa yang harus saya lakukan. Dia telah pergi meninggalkan aku. Bagaimana dengan nasib saya? Maukah Engkau mengulangi kisah kita dulu?
Zainudin : Maaf Hayati ...
Hayati : Mengapa engkau menjawab sekejam itu kepadaku, Zainudin? Sekalikah pupus dari hatimu keadaan kita? Jangan jatuhkan kepadaku hukuman yang begitu kejam.
Zainudin : Begitulah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepadanya. Dan lupa kekejaman dirinya sendiri kepada orang lain. Bukankah kau telah berjanji, seketika saya diusir. Kau berjanji akan bersamaku, tapi kenyataannya apa? Sudahlah Hayati lebih baik kau pulang sekarang.
Hayati : Tidak Zainudin, saya tidak akan pergi. Saya tidak perlu kau beri makan, saya hanya perlu dekat kau, Zainudin.
Zainudin : Tidak Hayati! Kau harus pulang ke Padang. Negeri Minang Kabau. Besok hari senin kapal Van Der Wijck akan berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periok. Lalu akan terus ke Padang. (Sambil menyerahkan sejumlah uang) gunakanlah uang ini Hayati. (Pergi kebelakang).
Mendengar perkataan Zainudin, Hayati pun merasakan kekecewaan mendalam. Dan Muluk pun masuk.
Muluk : Sudahkah kau siap meninggalkan Zainudin?
Hayati : Sudah, tanda peringatan apakah yang akan dapat dibawah dari rumah ini, bang Muluk?
Muluk : Bawa sajalah ini (Memberikan foto Zainudin) sekurang-kurangnya menjadi peringatan.
Hayati : (Menerima foto dan meletakkan kedalam tasnya)
Muluk : Mengapa tidak disimpan di dalam peti?
Hayati : Supaya mudah membawanya kalau akan dilihat.
Muluk : Hayati, sebenarnya tidak sampai hatiku melepaskan engkau tetapi apalah dayaku.
Hayati : Sampai hati betul Zainudin menyuruhku pulang, tapi biarkanlah aku pergi.
Hayati pun pergi menuju pelabuhan dan berangkat dengan kapal Van Der Wijck
Zainudin : Bang Muluk kemana Hayati? Apakah dia sudah pergi?
Muluk : Hayati telah pergi Tuan 3 jam yang lalu.
Zainudin : Saya harus mengejarnya. Bang Muluk saya akan berangkat ke Jakarta dengan kereta api nanti malam. Hayati akan saya jemput kembali akan saya bawa pulang kemari.
Muluk : Inilah keputusan yang sebaik-baiknya Guru. Saya ikut Guru.
Ketika Zainudin berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba penjual koran pun datang dengan berita mengejutkan. Sebuah surat kabar terbit yang berisi kabar bahwa kapal Van Wijck tenggelam. Mendengar kabar itu badan Zainudin gemetar dan koran itu dibacanya terus. Zainudin langsung pergi ke rumah sakit untuk mencari Hayati.
Zainudin : (Melihat ke arah koran) Akh.. takkan sempat membaca koran sore ini.
Muluk : (Terkejut), sebentar. Bacalah ini.
Zainudin : Kau ini Muluk membuang waktu saja. (Menerima dan membacanya) Hayati ...
Muluk : Bangunlah Guru, lebih baik kita cari Hayati di rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit.
Dokter : Anda Tuan Zainudin?
Zainudin : Iya, darimana Anda tahu?
Dokter : Ketika perempuan ini dibawa kemari, kepalanya yang berdarah diikat dengan selendang ini. Dari dalam selendang ini sebuah foto tertulis nama Zainudin.
Zainudin : (Melihat Hayati) Hayati ....
Hayati : (Terbangun) Kau .. Zainudin ...
Zainudin : Iya Hayati, aku di sini. Kuatkanlah kau menahan rasa sakit ini Hayati.
Dokter : Dia terlalu parah, darah terlalu banyak keluar dari lukanya. Paru-parunya pun penuh den gan air.
Zainudin : Lakukan segala cara demi kesembuhannya Dok. Lakukan ...
Dokter : Barang-barang di rumah sakit ini tidak memadai
Hayati : Zainudin (memegang tangan Zainudin) Zainudin kekasihku, cahaya kematian telah terbayang di mukaku. Cuman, jika ku mati ... hatiku telah senang. Sebab ... Engkau telah ada di sampingku sekarang.
Zainudin : Hayati, kuatkanlah. Aku akan di sini menunggu sampai engkau sembuh. Tenanglah. Hidupku hanya buat kau seorang Hayati.
Hayati : (Tersenyum) Dan rasa cintaku telah tenggelam dalam lautan kasih sayangmu.
Zainudin : (Memegang tangan Hayati) Hayati .....
Hayati pun telah pergi untuk selama-lamanya.
Sepeninggalan Hayati, Zainudin terus sakit-sakitan menahan kerinduan akan Hayati hingga akhirnya ia pun pergi menyusul Hayati.